Gejala, Pengobatan, dan Pencegahan HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga daya tubuh semakin melemah dan rentan diserang berbagai penyakit. HIV yang tidak cepat ditangani akan berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang mana kondisi ini merupakan stadium akhir dari infeksi HIV dan tubuh sudah tidak mampu untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.

Faktor Risiko HIV/AIDS

HIV/AIDS masuk melalui dua jalur yaitu melalui cairan kelamin dan darah, sehingga faktor risiko HIV/ AIDS berhubungan dengan kedua hal tersebut antara lain:

  • Sering berganti pasangan
  • Melakukan hubungan seksual yang beresiko baik homoseksual maupun heteroseksual
  • Menggunakan jarum suntik narkoba secara bersamaan
  • Penularan dari ibu hamil yang mengidap HIV/AIDS melalui plasenta ke janin

Gejala HIV/AIDS

Stadium 1

Fase ini disebut sebagai infeksi HIV asimtomatik dimana gejala HIV awal masih tidak terasa. Fase ini belum masuk kategori sebagai AIDS karena tidak menunjukkan gejala. Apabila ada gejala yang sering terjadi adalah pembengkakan kelenjar getah bening di beberapa bagian tubuh seperti ketiak, leher, dan lipatan paha. Penderita (ODHA) pada fase ini masih terlihat sehat dan normal namun penderita sudah terinfeksi serta dapat menularkan virus ke orang lain.

Stadium 2

Daya tahan tubuh ODHA pada fase ini umumnya mulai menurun namun, gejala mulai muncul dapat berupa:

  • Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Penurunan ini dapat mencapai kurang dari 10 persen dari berat badan sebelumnya
  • Infeksi saluran pernapasan seperti siunusitis, bronkitis, radang telinga tengah (otitis), dan radang tenggorokan
  • Infeksi jamur pada kuku dan jari-jari
  • Herpes zoster yang timbul bintil kulit berisi air dan berulang dalam lima tahun
  • Gatal pada kulit
  • Dermatitis seboroik atau gangguan kulit yang menyebabkan kulit bersisik, berketombe, dan berwarna kemerahan
  • Radang mulut dan stomatitis (sariawan di ujung bibir) yang berulang

Stadium 3

Pada fase ini mulai timbul gejala-gejala infeksi primer yang khas sehingga dapat mengindikasikan diagnosis infeksi HIV/AIDS. Gejala pada stadium 3 antara lain:

  • Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan tanpa penyebab yang jelas
  • Penurunan berat badan kurang dari 10% berat badan sebelumnya tanpa penyebab yang jelas
  • Demam yang terus hilang dan muncul selama lebih dari satu bulan
  • Infeksi jamur di mulut (Candiasis oral)
  • Muncul bercak putih pada lidah yang tampak kasar, berobak, dan berbulu
  • Tuberkulosis paru
  • Radang mulut akut, radang gusi, dan infeksi gusi (periodontitis) yang tidak kunjung sembuh
  • Penurunan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit

Stadium 4

Fase ini merupakan stadium akhir AIDS yang ditandai dengan pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh dan penderita dapat merasakan beberapa gejala infeksi oportunistik yang merupakan infeksi pada sistem kekebalan tubuh yang lemah. Beberapa gejala dapat meliputi:

  • Pneumonia pneumocystis dengan gejala kelelahan berat, batuk kering, sesak nafas, dan demam
  • Penderita semakin kurus dan mengalami penurunan berat badan lebih dari 10%
  • Infeksi bakteri berat, infeksi sendi dan tulang, serta radang otak
  • Infeksi herpes simplex kronis yang menimbulkan gangguan pada kulit kelamin dan di sekitar bibir
  • Tuberkulosis kelenjar
  • Infeksi jamur di kerongkongan sehingga membuat kesulitan untuk makan
  • Sarcoma Kaposi atau kanker yang disebabkan oleh infeksi virus human herpesvirus 8 (HHV8)
  • Toxoplasmosis cerebral yaitu infeksi toksoplasma otak yang menimbulkan abses di otak
  • Penurunan kesadaran, kondisi tubuh ODHA sudah sangat lemah sehingga aktivitas terbatas dilakukan di tempat tidur

Diagnosis HIV/AIDS

Apabila menyadari perilaku kita beresiko, segera melakukan pemeriksaan ke dokter untuk mendapatkan penanganan. Penanganan awal yaitu dengan diagnosa untuk mendeteksi apakah seseorang tersebut terinfeksi HIV. Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan laboratorium HIV dapat berupa:

  1. Tes serologi yang terdiri dari:
    • Tes cepat (Rapid Test)
    • Tes Enzyme Immunoassay (EIA)
  2. Tes virologis yang terdiri dari:
    • HIV DNA kualitatif (EID), tes ini digunakan untuk mendiagnosis keberadan virus pada bayi berumur kurang dari 18 bulan
    • HIV RNA kuantitatif, tes ini digunakan untuk memeriksa jumlah virus dalam darah

Pengobatan HIV/AIDS

Penderita yang telah terdiagnosis HIV harus segera mendapatkan pengobatan berupa antiretroviral (ARV) yang bekerja untuk mencegah virus HIV menggandakan diri dan menghancurkan sel CD4. Pengobatan ini dapat digunakan untuk ibu hamil agar mencegah penularan HIV ke janin. Namun perlu diingat bahwa pengobatan ini harus dilakukan rutin dan diminum sesuai jadwal, di waktu yang sama setiap hari agar perkembangan virus dapat dikendalikan.

Pencegahan HIV/AIDS

Penularan HIV dapat dicegah melalui langkah-langkah sebagai berikut:

  • Saling setia terhadap pasangan, hindari berganti-ganti pasangan
  • Hindari penggunaan narkoba terutama melalui jarum suntik
  • Edukasi HIV yang benar mengenai cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya, dapat membantu mencegah penularan HIV di  masyarakat.

 

 

dr. Ita Puspita Dewi, Sp.DV, FINSDV, FAADV
dan dr. Ratnawati

Dokter Spesialis Kulit & Kelamin dan Dokter Klinik VCT RSUD dr. Mohamad Soewandhie

 

18 komentar untuk “Gejala, Pengobatan, dan Pencegahan HIV/AIDS”

    1. Penderita HIV dapat mengalami berbagai komplikasi, termasuk diare dan TBC (tuberkulosis). Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai hubungan HIV dengan diare dan TBC:

      Diare:

      Penyebab: Pada penderita HIV, diare sering terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang lemah, membuat mereka rentan terhadap infeksi oportunistik oleh bakteri, virus, atau parasit yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan sistem kekebalan yang sehat.
      Komplikasi: Diare kronis dapat menyebabkan dehidrasi, penurunan berat badan, dan kekurangan nutrisi, yang dapat memperburuk kondisi kesehatan penderita HIV.
      TBC (Tuberkulosis):

      Penyebab: TBC adalah infeksi bakteri yang sangat umum pada penderita HIV. HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga lebih mudah bagi bakteri Mycobacterium tuberculosis untuk berkembang dan menyebabkan penyakit.
      Komplikasi: TBC dapat berkembang lebih cepat dan lebih parah pada penderita HIV. TBC paru adalah bentuk yang paling umum, tetapi TBC juga dapat menyerang organ lain, yang disebut TBC ekstrapulmoner.
      Komplikasi HIV:

      Selain diare dan TBC, penderita HIV juga rentan terhadap berbagai infeksi oportunistik lainnya dan komplikasi seperti pneumonia, candidiasis, cytomegalovirus, dan infeksi herpes simplex.
      HIV juga dapat menyebabkan komplikasi non-infeksi seperti kanker (misalnya, limfoma, kanker serviks), neuropati, dan masalah kardiovaskular.

  1. Asalamualaikum maaf saya mau bertanya… Untuk penyakit HIV/AIDS ada obatnya/pencegahanya…anak saya… Berobat di puskesmas d vonis gejala HIV… Tolong di jelaskan…

    1. Waalaikumsalam. Saya turut prihatin dengan kondisi yang dialami oleh anak Anda. Saya akan menjelaskan tentang HIV/AIDS, pengobatannya, dan cara pencegahannya.

      HIV/AIDS dan Pengobatannya

      1. **Pengobatan HIV**:
      – **Antiretroviral Therapy (ART)**: Ini adalah pengobatan utama untuk HIV. ART tidak menyembuhkan HIV, tetapi dapat mengontrol virus, memungkinkan penderita untuk hidup lebih sehat dan lebih lama. ART bekerja dengan cara mengurangi jumlah virus dalam tubuh (viral load) hingga sangat rendah sehingga tidak terdeteksi dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada sistem kekebalan tubuh.
      – **Kombinasi Obat**: ART biasanya melibatkan kombinasi beberapa obat antiretroviral yang diminum setiap hari. Konsistensi dalam minum obat sangat penting untuk efektivitas pengobatan.

      2. **Pencegahan Penularan HIV**:
      – **Pencegahan Primer**: Edukasi mengenai penggunaan kondom, tidak berbagi jarum suntik, dan menjalani tes HIV secara rutin, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi, adalah kunci dalam pencegahan primer.
      – **Pencegahan Sekunder**: Bagi penderita HIV, pengobatan ART dapat menurunkan viral load hingga tidak terdeteksi, yang secara signifikan mengurangi risiko penularan HIV kepada orang lain.

      3. **Ibu Hamil dan Pencegahan Penularan ke Anak**:
      – **Pencegahan Transmisi Ibu-ke-Anak (PMTCT)**: Bagi ibu hamil yang hidup dengan HIV, minum obat ART selama kehamilan, persalinan, dan menyusui dapat secara signifikan mengurangi risiko penularan HIV kepada bayi.

      ### Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Anda Diduga Mengalami Gejala HIV?

      1. **Konsultasi dengan Dokter Spesialis**:
      – Segera bawa anak Anda ke dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis anak yang memiliki pengalaman dalam penanganan HIV. Mereka akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengkonfirmasi diagnosis dan memulai pengobatan yang sesuai jika diperlukan.

      2. **Tes HIV**:
      – Tes darah untuk mendeteksi keberadaan virus HIV atau antibodi terhadap HIV adalah langkah awal yang penting. Tes ini harus dilakukan untuk memastikan apakah anak Anda benar-benar terinfeksi HIV.

      3. **Mengikuti Rekomendasi Medis**:
      – Jika anak Anda didiagnosis positif HIV, ikuti semua rekomendasi medis yang diberikan oleh dokter. Ini termasuk memulai dan mematuhi pengobatan ART, serta menjalani pemeriksaan kesehatan rutin untuk memantau kondisi anak Anda.

      4. **Dukungan Psikososial**:
      – HIV dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional. Dukungan dari keluarga, konselor, atau kelompok pendukung sangat penting untuk membantu anak dan keluarga dalam menghadapi diagnosis dan pengobatannya.

      ### Pencegahan Penularan HIV

      1. **Edukasi Seksual**:
      – Mengedukasi remaja dan orang dewasa tentang hubungan seksual yang aman, termasuk penggunaan kondom dan pentingnya monogami atau berhubungan hanya dengan satu pasangan yang tidak terinfeksi.

      2. **Tes Rutin dan Konseling**:
      – Tes HIV secara rutin, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi, dan konseling tentang cara mengurangi risiko penularan.

      3. **Profilaksis Pra-Paparan (PrEP)**:
      – PrEP adalah penggunaan obat antiretroviral oleh orang yang belum terinfeksi HIV tetapi berisiko tinggi tertular. PrEP sangat efektif dalam mencegah penularan HIV jika diminum secara konsisten.

      Saya harap penjelasan ini membantu. Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut atau bantuan lebih spesifik, jangan ragu untuk menghubungi layanan kesehatan atau spesialis yang berpengalaman dalam menangani HIV/AIDS.

  2. Muhammad firman

    Kalo mau pipis itu kayak terasa gak enak atau sedikit kayak kaku .. itu kenapa ya bu dokter

  3. Jika penderita HIV/AIDS berjualan makanan apakah bisa menulari melalui makanan. Misal saat memasak tangan terluka sehingga ada darah yang mengalir ke makanan yg akan dijual. Mohon penjelasan nya

    1. Ya, seseorang yang hidup dengan HIV/AIDS dapat bergaul dengan masyarakat dan makan bersama orang lain tanpa risiko menularkan virus HIV. HIV tidak menyebar melalui kontak sosial biasa seperti berjabat tangan, berpelukan, berbagi makanan, atau menggunakan peralatan makan yang sama. Berikut beberapa fakta penting mengenai cara penularan HIV dan interaksi sosial:

      Cara Penularan HIV
      Penularan HIV terjadi melalui:

      Hubungan seksual yang tidak aman dengan seseorang yang terinfeksi HIV tanpa menggunakan kondom atau profilaksis pra-paparan (PrEP).
      Berbagi jarum suntik atau peralatan lain yang terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi.
      Penularan dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui jika ibu tidak mendapatkan pengobatan yang tepat.
      Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi (meskipun ini sangat jarang di negara-negara dengan standar medis yang baik).
      HIV Tidak Menular melalui:

      Kontak sosial sehari-hari seperti berjabat tangan, berpelukan, atau berciuman.
      Berbagi makanan atau minuman, menggunakan peralatan makan yang sama, atau melalui air liur, keringat, air mata, atau urin.
      Menggunakan toilet yang sama, berenang di kolam yang sama, atau berbagi tempat tidur.
      Interaksi Sosial dan HIV
      Bergaul dengan Masyarakat:

      Seseorang yang hidup dengan HIV dapat berpartisipasi dalam semua aktivitas sosial seperti orang lain. Mereka dapat bekerja, bersekolah, berpartisipasi dalam kegiatan komunitas, dan menjalani kehidupan sosial yang normal.
      Makan Bersama:

      Tidak ada risiko penularan HIV melalui berbagi makanan atau peralatan makan. HIV tidak dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia dan tidak dapat menular melalui makanan atau minuman.
      Stigma dan Diskriminasi
      Sangat penting untuk mengedukasi masyarakat mengenai fakta tentang HIV untuk mengurangi stigma dan diskriminasi. Stigma dapat menyebabkan isolasi sosial dan mempengaruhi kesehatan mental serta kesejahteraan orang yang hidup dengan HIV.
      Mendukung dan menerima orang yang hidup dengan HIV adalah langkah penting dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan membantu mereka menjalani hidup yang sehat dan produktif.
      Dengan pemahaman yang benar tentang HIV/AIDS, kita dapat mendukung mereka yang hidup dengan HIV dan memastikan bahwa mereka tidak mengalami diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.

  4. Selamat malam dok keluarga saya terinfeksi virus hiv dan untuk ke amanan saya ingin mengetahui langkah awal mengetahui gejala terinfeksi

    1. Baik HIV maupun miom (fibroid rahim) adalah kondisi medis yang berbeda dengan tingkat risiko dan konsekuensi yang sangat berbeda. Untuk membandingkan keduanya, kita harus melihat aspek-aspek penting dari masing-masing kondisi:

      HIV (Human Immunodeficiency Virus)
      Definisi:

      HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 (sejenis sel T). Jika tidak diobati, HIV dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
      Risiko dan Bahaya:

      Progressif: HIV adalah kondisi kronis yang progresif. Tanpa pengobatan, HIV dapat menyebabkan AIDS, yang sangat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan membuat penderitanya rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit oportunistik yang bisa berakibat fatal.
      Pengobatan: Terapi antiretroviral (ART) dapat mengendalikan HIV, memungkinkan orang yang hidup dengan HIV untuk memiliki kehidupan yang sehat dan panjang, hampir setara dengan orang yang tidak terinfeksi jika mereka patuh dengan pengobatan.
      Penularan: HIV menular melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi, seperti darah, air mani, cairan vagina, dan ASI.
      Miom (Fibroid Rahim)
      Definisi:

      Miom adalah pertumbuhan non-kanker (jinak) yang terjadi di dalam atau di sekitar rahim. Mereka terbentuk dari jaringan otot rahim.
      Risiko dan Bahaya:

      Non-kanker: Miom bukan kanker dan jarang berkembang menjadi kanker. Miom biasanya tidak mengancam jiwa.
      Gejala: Gejala dapat bervariasi dan termasuk menstruasi yang berat atau menyakitkan, nyeri panggul, sering buang air kecil, atau masalah kehamilan. Beberapa wanita dengan miom tidak mengalami gejala sama sekali.
      Pengobatan: Miom seringkali tidak memerlukan pengobatan jika tidak menyebabkan gejala. Ketika gejala ada, opsi pengobatan termasuk obat-obatan, prosedur non-invasif, atau pembedahan tergantung pada ukuran, lokasi, dan keparahan gejala.
      Perbandingan Kedua Kondisi
      Bahaya bagi Kehidupan:

      HIV: Tanpa pengobatan, HIV dapat sangat berbahaya dan berpotensi mengancam nyawa karena dapat menyebabkan AIDS.
      Miom: Miom jarang mengancam nyawa dan umumnya tidak menjadi kanker.
      Kualitas Hidup:

      HIV: Dapat dikendalikan dengan ART, tetapi memerlukan pengobatan seumur hidup dan pemantauan medis.
      Miom: Mungkin memerlukan pengobatan atau pembedahan jika menyebabkan gejala yang signifikan, tetapi banyak wanita dengan miom menjalani hidup tanpa masalah besar.
      Penularan:

      HIV: Menular melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi.
      Miom: Tidak menular dan hanya terjadi pada wanita.
      Secara umum, HIV dianggap lebih berbahaya dibandingkan miom karena potensinya untuk melemahkan sistem kekebalan tubuh dan mengancam jiwa jika tidak diobati. Namun, dengan pengobatan yang tepat, orang yang hidup dengan HIV dapat menjalani hidup yang sehat dan panjang. Miom, meskipun dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan masalah kesehatan tertentu, jarang mengancam jiwa dan biasanya dapat dikelola dengan baik.

  5. Assalamu’alaikum.. Bagaimana kalau saya pernah pegang cairan tubuh pasien HIV, sempat juga infus pasien hiv tanpa tertusuk jarum, dan memegang darah tanpa sengaja.
    Apakah perlu cek lab dan berapa persen penularan pada kasus sy..

    1. Waalaikumsalam. Dalam situasi yang Anda gambarkan, penularan HIV dianggap sangat rendah. Namun, penting untuk memahami risiko secara lebih detail dan mengambil langkah-langkah yang tepat jika Anda khawatir.

      Penularan HIV
      HIV ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh yang terinfeksi, seperti:

      Darah
      Air mani
      Cairan vagina dan rektal
      ASI
      Penularan HIV biasanya terjadi melalui:

      Hubungan seksual yang tidak aman
      Berbagi jarum suntik
      Transfusi darah yang terkontaminasi (sangat jarang dengan pemeriksaan darah yang ketat saat ini)
      Dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau menyusui
      Situasi yang Anda Gambarkan
      Memegang Cairan Tubuh Pasien HIV: Risiko penularan HIV melalui kontak kulit utuh dengan cairan tubuh pasien HIV sangat rendah. Virus tidak menular melalui kulit yang utuh dan tidak terluka.

      Infus Pasien HIV Tanpa Tertusuk Jarum: Mengganti infus atau berurusan dengan jarum suntik pasien HIV tanpa tertusuk jarum memiliki risiko penularan yang sangat rendah. Penularan melalui jarum suntik terjadi ketika ada penetrasi kulit oleh jarum yang terkontaminasi.

      Memegang Darah Tanpa Sengaja: Risiko penularan melalui kontak dengan darah adalah signifikan jika darah tersebut masuk ke dalam luka terbuka, selaput lendir (mata, hidung, mulut), atau melalui kulit yang pecah. Jika kulit Anda utuh dan tidak ada luka terbuka, risiko sangat rendah.

      Langkah-Langkah yang Harus Diambil
      Cek Lab (Tes HIV):

      Tes Awal: Jika Anda merasa khawatir atau jika ada kemungkinan bahwa darah atau cairan tubuh pasien HIV bersentuhan dengan luka terbuka atau selaput lendir Anda, sebaiknya lakukan tes HIV. Tes awal dapat dilakukan segera setelah insiden.
      Tes Lanjutan: HIV memiliki periode jendela (waktu antara paparan virus dan saat virus dapat dideteksi dalam darah). Uji ulang disarankan setelah 4-6 minggu dan kemudian 3 bulan setelah paparan untuk memastikan hasil yang akurat.
      Profilaksis Pasca-Paparan (PEP):

      PEP adalah pengobatan antiretroviral yang dapat mengurangi risiko infeksi HIV setelah paparan. PEP harus dimulai secepat mungkin, idealnya dalam waktu 2 jam dan tidak lebih dari 72 jam setelah paparan. Konsultasikan segera dengan layanan kesehatan jika Anda merasa perlu.
      Kesimpulan
      Risiko penularan HIV dalam situasi yang Anda gambarkan dianggap sangat rendah, terutama jika tidak ada luka terbuka atau kontak dengan selaput lendir. Namun, untuk ketenangan pikiran dan langkah pencegahan yang tepat, melakukan tes HIV dan berkonsultasi dengan profesional kesehatan sangat disarankan. Mereka dapat memberikan penilaian risiko yang lebih rinci dan merekomendasikan tindakan selanjutnya yang sesuai.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Selamat Datang

RSUD DR. MOHAMAD SOEWANDHIE

KLINIK VIP

BUAT JANJI

Jenis Pelayanan*
Dokter*
Rencana Kedatangan*
Nama Lengkap*
No HP / WA*
Email*
NIK*
Alamat Lengkap*